Kualitasdemokrasi suatu negara akan lebih baik apabila? tingkat ekonomi masyarakat tinggi; partisipasi politik masyarakat tinggi Jawaban: B. partisipasi politik masyarakat tinggi. Dilansir dari Encyclopedia Britannica, kualitas demokrasi suatu negara akan lebih baik apabila partisipasi politik masyarakat tinggi. Leave a Reply Cancel reply Nantinya pola asuh akan lebih demokratis. Tidak ada pemaksaan antar anak dan orangtua," kata psikolog Tika Bisono, Sabtu (27/4/2013) di Jakarta. Pola asuh demokratis memungkinkan orangtua dan anak saling menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan dirinya. Pola asuh demokratis, papar Tika, memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak Kualitasdemokrasi suatu negara akan lebih baik apabila? tingkat ekonomi masyarakat tinggi partisipasi politik masyarakat tinggi kreativitas masyarakat tinggi masyarakat bebas menggali potensi masyarakat hidup dengan sejahtera Jawaban: B. partisipasi politik masyarakat tinggi Adapunelectronic democracy dapat memfasilitasi beberapa hal sebagai berikut : E-Voting. E-voting adalah proses dimana kepada masyarakat diberikan kesempatan untuk menyetujui atau tidak terhadap suatu rancangan kebijakan publik ataupun isu-isu lain dan hasil dari E-voting tersebut dijadikan sebagai sikap dari partai. LENSAINDONESICOM: Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung mengatakan, Pemilihan Umum (Pemilu) yang ideal adalah Pemilu yang bisa menentukan kualitas demokrasi suatu negara. Oleh sebab itu menurut Akbar, ada beberapa syarat yang harus di miliki dalam setiap penyelenggaraan Pemilu 2014 17 Kualitas demokrasi suatu negara akan lebih baik apabila. a. tingkat ekonomi masyarakat yang tinggi b. partisipasi politik masyarakat tinggi c. kreativitas masyarakat tinggi d. masyarakat bebas menggali potensi e. masyarakat hidup dengan sejahtera Jawaban: b 18. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini! 1) Tujuannya bersifat longgar Nantinya hal ini akan berpengaruh pada permintaan masyarakat atas barang dan jasa dari suatu perusahaan. Umumnya, para masyarakat akan lebih menghemat pendapatannya dan hanya akan berbelanja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja. 2. Sumber Daya Alam. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa negara kita adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Dilansirdari Encyclopedia Britannica, kualitas demokrasi suatu negara akan lebih baik apabila partisipasi politik masyarakat tinggi. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Latarbelakang terjadinya Pemberontakan Andi Azis adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap. aDiIi. - Negara demokrasi memiliki sejumlah ciri, antara lain berdasar pada hukum, terdapat kontrol rakyat terhadap jalan pemerintahan, pemilihan umum pemilu yang jujur dan adil, partisipasi masyarakat yang kuat, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia HAM. Seluruh poin tersebut telah berjalan di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia masih menghadapi banyak persoalan terkait demokrasi, seperti kemunculan ideologi intoleran dan ujaran kebencian terhadap kelompok tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum mapan dalam kehidupan berdemokrasi dan masih dalam proses pembelajaran menuju negara dengan demokrasi yang sehat. Secara kuantitatif, kondisi tersebut dapat dirujuk pada capaian indeks demokrasi Indonesia. Badan Pusat Statistik BPS mencatat, indeks demokrasi Indonesia pada 2010 adalah 68,28 dalam skala 0 sampai 100. Sementara, pada 2021, indeks demokrasi Indonesia mencapai 75,46. Adapun nilai indeks demokrasi Indonesia mencapai angka tertinggi pada 2019, yakni 76,34. Dalam skala global 0-10, skor indeks demokrasi Indonesia adalah 6,71. Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-52 dunia. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia yang memiliki skor 7,24 dan Timor Leste dengan skor 7,06. Upaya peningkatan kualitas demokrasi Untuk mendorong peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Kemenkominfo menggelar Forum Cerdas Berdemokrasi dengan tema “Peningkatan Kualitas Demokrasi Di Era Digital”. Forum tersebut dilaksanakan di Gedung Graha Kebangsaan Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, Selasa 14/6/2022. Forum Cerdas Berdemokrasi digelar untuk meningkatkan pengetahuan serta kesadaran dan partisipasi masyarakat, terutama generasi milenial, untuk merawat dan mengembangkan demokrasi yang sehat di Indonesia. Adapun sejumlah narasumber yang hadir dalam forum tersebut, antara lain perwakilan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah Rahmad Winarto, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Dra Rini Werdiningsih, MS, dan Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto. Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenkominfo Bambang Gunawan mengatakan, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan India. “Demokrasi merupakan hal yang krusial bagi negara yang memiliki latar belakang budaya dan etnis,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Jumat 17/6/2022. Perkembangan teknologi, lanjutnya, berkontribusi pada perkembangan demokrasi. Hal ini pun memunculkan fenomena demokrasi digital. “Saat ini, demokrasi digital merupakan cara baru bagi masyarakat untuk berkreasi, berekspresi, dan berpendapat melalui platform digital,” ujarnya. Bambang juga berharap, pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas demokrasi sekaligus mengimplementasikan demokrasi yang sehat di era digital. “Terlebih, dunia digital memiliki tantangan tersendiri, seperti maraknya konten-konten bersifat hoaks yang menyesatkan dan tidak jelas asal usulnya, serta mudah diakses oleh siapa pun,” sambungnya. Oleh karena itu, kata Bambang, masyarakat harus berhati-hati dan cermat dalam menerima informasi. Kesetaraan ruang Sementara itu, Rahmad Winarto menjelaskan dalam paparannya bahwa proses demokrasi harus memberikan ruang yang setara bagi siapa pun. Dengan begitu, kegelisahan publik dapat dikelola dengan baik dan melahirkan rekomendasi-rekomendasi strategis yang bermanfaat bagi khalayak ramai. “Kita telah mengalami fase dimana komunikasi, informasi, dan transportasi telah mengalami perubahan yang sangat besar,” jelasnya. Saat ini, kata Rahmad, manusia telah sampai pada titik kemudahan informasi yang dapat diterima hanya dengan mengetikkan kata kunci.“Kata kunci ini melahirkan referensi-referensi yang memiliki dampak negatif dan belum valid kebenarannya. Oleh karena itu, kita jangan salah pilih guru dan mengambil referensi. Karena bila salah guru akan salah pula referensinya,” ujarnya. Rahmad mengatakan bahwa saat ini, generasi Z mendominasi setiap aspek kehidupan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada bentuk komunikasi yang dapat dimengerti anak muda agar mereka tertarik kepada dunia politik. “Bicara soal demokrasi dan mahasiswa, jika sebelumnya identik dengan aksi turun ke jalan, sekarang platformnya telah berbeda. Kritik dan aspirasi dapat disampaikan dengan cara yang baik melalui platform digital tanpa harus turun ke jalanan,” tutur Rahmad. Indikator kualitas demokrasi Dra Rini Werdaningsih mengatakan, era digital menimbulkan pergeseran nilai di tengah masyarakat. Saat ini, segala sesuatu disampaikan dan disebarluaskan melalui media sosial. “Tak bisa dimungkiri, setiap generasi memiliki penerimaan yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi ini,” ujarnya. Lebih lanjut Rini menjelaskan, setidaknya ada lima indikator dalam mengukur kualitas demokrasi, yaitu budaya politik, kebebasan sipil, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik dan proses pemilu, serta pluralisme. “Adapun kualitas demokrasi di era digital sesungguhnya dilihat dari bagaimana masyarakat, terutama perilaku generasi Z, dalam mempengaruhi kelima indikator tersebut,” jelasnya. Menurutnya, generasi Z menjadi faktor penentu karena mereka sangat berdampingan dengan kemajuan teknologi, open minded, dan turut berperan sebagai agen perubahan. Kesiapan dari lembaga pemerintahan merupakan salah satu kunci penting dalam upaya meningkatkan kualitas demokrasi di era digital. Upaya tersebut telah dicontohkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah menyediakan kanal untuk memudahkan masyarakat menyampaikan keluhan dan aspirasi. Tantangan jelang pemilu Damar Juniarto mengungkapkan bahwa ada tantangan terhadap kualitas demokrasi suatu negara, terutama menjelang pemilu. Menurutnya, platform digital berperan sebagai instrumen untuk melihat tingkat transparansi politik dan demokrasi. “Kemudahan akses platform digital memungkinkan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah,” tuturnya. Selain itu, lanjut Damar, platform digital juga dapat membantu menyuarakan HAM. Pasalnya, konsep digital sendiri sejajar dengan konsep demokrasi karena semua orang memiliki akses yang sama. Damar menyampaikan, teknologi dapat mendorong peningkatan kualitas demokrasi menjadi lebih baik. “Namun, di era digital yang bebas ini, masyarakat dapat memperoleh konten negatif dan berperilaku negatif dengan mudah. Oleh karena itulah, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE dalam rangka mengatur perilaku dan muatan konten yang terdapat di platform digital,” jelasnya. Jelang pemilu 2024, Damar berharap masyarakat semakin cerdas dan bijaksana dalam berdemokrasi. “Terutama, cara menjaga dan bertanggung jawab terhadap situasi yang kita hadapi sekarang. Pengalaman pemilu lalu, kita tidak memilih pemimpin bukan karena prestasi atau rekam jejaknya, tetapi karena rasa suka dan tidak suka,” terangnya. Menurutnya, peningkatan kualitas demokrasi tidak hanya berbicara tentang bagaimana internet bisa mengalahkan suara amplop, tetapi juga pemanfaatan kemajuan teknologi secara cerdas dan bijaksana. Utamanya, dalam menyampaikan aspirasi dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. “Dengan demikian, teknologi digital akan mendukung terwujudnya demokrasi yang semakin sehat dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih baik,” sambung Damar. › Opini›Indikator Kualitas Demokrasi... Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terdapat peningkatan kualitas demokrasi kita. Namun, sejumlah kalangan yang melihat dari perspektif kritis, memandang kondisi demokrasi kita sebagai sesuatu yang artifisial. HeryunantoKualitas demokrasi kita saat ini kembali menjadi sorotan. Hal ini terutama setelah Economist Intelligent Unit atau EIU belum lama ini mengeluarkan rilis tentang keadaan demokrasi di 165 negara, yang mencakup hampir seluruh populasi global dan sebagian besar negara di dengan tahun-tahun sebelumnya, terdapat peningkatan kualitas demokrasi kita. Setelah pada 2019 skor hanya 6,48, dan melorot menjadi 6,30 di 2020, maka pada 2021 meningkat menjadi Sejauh ini ada dua kalangan yang melihatnya secara berbeda yang positif dan yang negatif. Tipologi ini saya dapatkan dari Okamoto Masaaki 2021, ahli politik Indonesia dari Universitas Kyoto, yang membagi dua kubu masyarakat dalam merespons perkembangan demokrasi di Indonesia saat yang melihat dari sisi positif atau optimistis selalu melihat sisi terang dalam kehidupan demokrasi kita. Yakni bahwa pada dasarnya pemerintahan saat ini jauh lebih dapat menerima kritik secara terbuka, setidaknya dibanding masa Orde Baru, pemilu sebagai refleksi demokrasi juga berjalan kalangan negatif, yang melihat dari perspektif kritis, memandang kondisi demokrasi kita sebagai sesuatu yang artifisial. Partisipasi politik masih terbatas dan seadanya. Pembuatan kebijakan dan berbagai agenda politik dan bagaimana itu semua ditetapkan dan dilaksanakan penuh nuansa elitisme bahkan dengan tahun-tahun sebelumnya, terdapat peningkatan kualitas demokrasi optimistis menyambut baik kenaikan skor ini sebagai bukti perkembangan kehidupan demokrasi ke arah yang makin positif. Kenyataannya memang indeks demokrasi Indonesia saat ini naik 12 peringkat dibandingkan 2020, menjadi peringkat ke-52 kalangan yang melihatnya secara lebih kritis, mengakui meski mengalami peningkatan, demokrasi kita masih tetap masuk dalam golongan ”cacat” flawed democracy. Bagi mereka, ini bukti bahwa demokrasi yang kuat, sebagaimana esensi amanat reformasi, sejatinya belum dengan kualifikasi flawed democracy, menurut EIU, pada umumnya telah melaksanakan pemilu yang relatif bebas dan adil, serta telah menjalankan kebebasan sipil secara terbatas. Meski demikian, negara model ini masih bermasalah dalam persoalan substansi demokrasi, di antaranya lemahnya partisipasi politik, kinerja pemerintah yang belum optimal, khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak itu masih marak korupsi, persoalan kebebasan pers dan budaya politik yang cenderung belum menerima kritik secara proporsional. Ini model “thin democracy” ala Schumpeterian yang menekankan aspek kepemiluan dalam memaknai kehadiran juga Skor Indeks Demokrasi Indonesia Membaik, tetapi Tantangan Masih BesarKhusus Indonesia, ada dua hal utama penyebab perbaikan skor. Pertama, keputusan Mahkamah Konstitusi MK yang mengabulkan gugatan buruh terhadap UU Cipta Kerja pada November 2021. MK menyatakan UU itu inkonstitusional dan meminta dilakukan revisi. Keputusan MK dinilai EIU menunjukkan menguatnya independensi peradilan di Indonesia dari intervensi kebijakan akomodatif Presiden Joko Widodo yang menampung berbagai kelompok politik, termasuk anggota parpol yang lebih kecil dan kalangan minoritas, yang dinilai kondusif dalam membangun konsensus dan kompromi di antara kekuatan-kekuatan politik yang ada di dari alasan yang dike -mukakan, terlihat perbaikan demokrasi itu banyak dipengaruhi oleh kebijakan dan sikap MK dan Presiden. Ini mengindikasikan betapa penting sikap dan kebijakan para pemangku kebijakan tertinggi di negara ini dalam turut menghela kualitas demokrasi demokrasiMembicarakan akselerasi penguatan demokrasi tentu bukan hal mudah. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 yang secara global turut menggerogoti kualitas demokrasi di banyak negara. Muncul istilah the Coronavirus Coup Baer 2020 di mana demokrasi kian terkepung dan semakin banyak warga dunia saat ini hidup dalam situasi yang kurang demokratis dibanding masa-masa sebelumnya Freedom House, 2021.Namun terlepas dari kondisi ini, upaya akselerasi harus tetap dilakukan. Jika berkaca dari pemaknaan EIU soal demokrasi yang cacat, terdapat dua elemen penting dari akselerasi peningkatan kualitas demokrasi. Pertama, komitmen kepemimpinan nasional dalam mendukung penguatan penguatan kualitas politik dan demokrasi demikian kompleks, meliputi pembenahan aspek kultural, institusional, struktural dan prosedural. Kesemuanya itu butuh dukungan berbagai pihak dan banyak pada akhirnya, itu semua banyak ditentukan oleh seberapa besar komitmen pemangku kebijakan tertinggi atau kepemimpinan nasional dalam menguatkan demokrasi dalam berbagai aspeknya. Upaya penguatan pelembagaan partai, perbaikan peraturan hingga penegakan hukum, misalnya, akan jauh lebih efektif jika kepemimpinan negara bermain dan turut mengawal dengan sungguh-sungguh hingga pada tahapan yang bisa EIU menunjukkan pentingnya peran elite dalam turut meningkatkan peringkat EIU menunjukkan pentingnya peran elite dalam turut meningkatkan peringkat demokrasi. Keberhasilan proyek-proyek politik besar dalam rangka penguatan kualitas demokrasi tak dapat dilepaskan, bahkan amat bergantung, pada komitmen kuat pimpinan bangsa dan dukungan masyarakat sipil civil society. Masyarakat sipil yang diwakili oleh keberadaan lembaga-lembaga atau asosiasi yang memiliki kualifikasi sebagai mandiri, taat hukum, berkesadaran politik, dan mengembangkan nilai-nilai demokratik, merupakan hal penting bahkan “our last, best hope”, menurut Jeremy Rifkin 1995, bagi perwujudan pemerintahan yang satu isyarat dari indeks EIU adalah perlunya dukungan di luar pemerintah untuk menghindari melemahnya partisipasi politik dan menurunnya peran demokratik negara agar bisa terlepas dari jebakan flawed democracy. Pelajaran dari negara-negara demokrasi mapan menunjukkan, masyarakat sipil di antaranya dari kelompok keagamaan, kelas menengah, media massa, perempuan, pendidik, pemuda, ataupun aktivis bidang lainnya merupakan elemen yang bisa diharapkan untuk memenuhi hal dalam rangka terus menggelorakan partisipasi politik maupun turut mengawasi secara kritis jalannya pemerintahan agar tetap berada dalam koridor demokrasi. Saat ini momen terbaik bagi masyarakat sipil untuk kembali menguatkan diri dan memainkan peran sebagai penyemai dan penguat akar demokrasi. Tanpa itu, harapan akan kuat dan bermaknanya demokrasi hanya ilusi, tak kunjung NoorPeneliti Senior Pusat Riset Politik BRININGKI RINALDIFirman Noor EditorSRI HARTATI SAMHADI, YOHANES KRISNAWAN Demokrasi secara umum ialah sistem pemerintahan yang memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan. Demokrasi digital menggabungkan antara konsep demokrasi perwakilan partisipasif dengan penekanan pada penggunaan perangkat teknologi digital. Ruang online membuat pelaku tidak terlihat secara fisik sehingga menghilangkan ketakutan akan tanggung jawab. Demokrasi digital hanya mungkin berlangsung secara sehat dan damai jika komunikasi melalui media baru dilandasi oleh etika. Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital Japelidi dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Bangun Demokrasi di Media Digital”. Webinar yang digelar pada Rabu, 29 September 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. Dalam forum tersebut hadir A Zulchaidir Ashary Pena Enterprise, Dipl Kffr Freesca Syafitri SE MA Tenaga Ahli DPR RI dan Dosen UPN Veteran Jakarta, Dr Aminah Swarnawati Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta, Andrea Abdul Rahman Azzqy SKom MSi MSiHan Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta, dan Ones seniman selaku narasumber. Dalam pemaparannya, Freesca Syafitri menyampaikan bahwa di era reformasi semua orang bisa mengeluarkan pendapat, tetapi bukan berarti kita bisa berpendapat tanpa batas. Kita bisa memahami demokrasi dengan baik ketika kita bisa memutuskan kalau demokrasi itu untuk masyarakat banyak. Batas-batas kebebasan berkepresi di ruang digital antara lain tidak melanggar hak dan melukai orang lain. Tidak boleh membahayakan kepentingan publik, negara, dan masyarakat. “Adapun jenis-jenis informasi yang sebaiknya dilarang, seperti pornografi, hate speech, dan hasutan pada publik. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada dampak negatif media sosial, seperti berkurangnya kemampuan komunikasi, menjadi egois dan berkurangnya empati, kemampuan menulis dan tata bahasa berkurang, dan menjadikannya rentan kejahatan,” jelasnya. Ones selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa perkembangan digital ini semakin canggih dan semaki bermanfaat untuk memudahkan kita melakukan kegiatan. Makin banyak juga individu, kelompok, dan lembaga yang memanfaatkan ruang digital ini. Kita sebagai pengguna media digital harus lebih banyak memanfaatkan daripada mengomentari saja. Selain itu, kita harus saring akun-akun yang tidak jelas dan hanya follow akun yang kiranya memberikan manfaat, edukasi, dan motivasi. Peserta bernama Lina menyampaikan, “Tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan, penipuan daring, perjudian, cyberbullying, ujaran kebencian, serta radikalisme. Hal-hal apa yang bisa dilakukan untuk mendorong masyarakat agar menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks, serta mencegah terpapar dampak negatif penggunaan internet?” Pertanyaan tersebut dijawab A Zulchaidir Ashary. “Untuk memfilternya yaitu dapat dilakukan dari medua sosial pribadi dulu. Lakukan filter berdasarkan akun yang kita follow. Kalau yang kita follow tidak mendidik baiknya di-unfollow saja. Circle kecil atau pertemanan yang kecil tetapi berkualitas itu lebih baik daripada kita memunya circle yang besar tetapi tidak baik. Kita hidup di masa yang ada sekarang, namun kitab bisa ubah apa yang bisa kita ubah sekarang demi masa depan yang lebih baik.” Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Barat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.